Wednesday, November 13, 2013

Ketika Harga Daging Melonjak Tinggi


Saya Mat, saya memiliki usaha yang bergerak di bidang kuliner. Saya adalah penjual sate sekaligus pemilik warung sate tak bernama di daerah villa bukit mas dekat golden city mall. Saya sudah berjualan sate selama 13 tahun sejak tahun 2000. 
        Berbekal keahlian membuat sate yang saya dapatkan secara turun-temurun, saya menjalankan usaha saya dengan mempertahankan cara tradisional dalam membuat sate. Hal-hal yang diperlukan untuk memiliki bisnis seperti saya adalah tempat berjualan yang tetap, gerobak, peralatan membakar sate seperti pemanggang dan kipas, perlengkapan seperti tusuk sate dan arang kelapa yang bersih, peralatan makan seperti sendok-garpu dan piring, daging ayam dan daging kambing segar, serta bumbu-bumbu. 
Saya menjalankan usaha saya tanpa seorang pun karyawan. Saya hanya berjualan sate bersama keluarga saya, seorang istri dan dua orang anak laki-laki. Saya memutuskan untuk tidak memakai karyawan karena tuntutan gaji karyawan yang tinggi dan kemampuan memasak yang belum jelas. Dengan mempertahankan resep dan memberikan harga yang terjangkau saya menjalankan bisnis saya. 
       Namun seringkali terdapat kesulitan-kesulitan yang saya hadapi dalam bisnis saya. Salah satu masalah saya adalah tempat berjualan yang kurang luas. Hal ini membuat saya terkadang kesulitan dalam melayani banyak pelanggan yang berdatangan. Selain itu, saya seringkali mengalami kesulitan dalam memenuhi permintaan pelanggan yang rewel. Ada yang memesan sate setengah matang, meminta banyak bumbu, atau meminta sate agar tidak gosong. Namun hal yang paling mempengaruhi bisnis saya adalah harga daging yang terkadang melonjak tinggi. Saya mencaba mengatasi kesulitan itu dengan mengurangi porsi daging pada sate, menaikkan harga, atau bahkan keduanya. Akan tetapi cara saya tersebut tetap berakibat pada angka penjualan saya menurun.


Diceritakan Kembali Oleh:

David Darmawan


No comments:

Post a Comment